Indonesia pasca ’65 mengenal Marxisme sebagai ideologi yang terlarang. Bahkan, segala hal yang ‘dianggap’ bersentuhan dengan ideologi yang digagas pertama kali oleh filsuf;ekonom; sosiolog bernama Karl Marx ini, dinilai haram untuk disebarluaskan. Bahkan haram untuk dipelajari. Alasannya: Marxisme yang kemudian juga memunculkan istilah komunisme dianggap telah menoreh tinta hitam dalam sejarah Indonesia. Banyak peristiwa pra-kemerdekaan yang menunjukan kontra antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan para agamawan dan tuan-tuan feodal, pemberontakan 1926, pemberontakan Madiun ’48 dan pandangan yang memposisikan PKI sebagai dalang kudeta ’65 yang sampai sekarang masih polemik, menjadi beberapa alasan mengapa ideologi ini menjelma menjadi ‘hantu yang mengerikan’.
Harus diakui bahwa komunisme pernah menunjukan wajahnya yang mengerikan dalam sejarah kita. Tetapi terkadang, sikap antipati yang berlebihan juga merupakan sikap yang tidak bijak. Adalah Franz Magnis Suseno dalam sebuah karyanya yang berjudul “Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme”, mencoba untuk mengulik kembali dasar-dasar dalam ajaran Marxisme. Tentu bukan karena hendak menghidupkan kembali sejarah kelam yang telah lalu. Tetapi seperti yang dia katakan dalam pengantar buku ini bahwa, “mempelajari tidak sama dengan menganutnya, apalagi dengan menyebarkannya”. Karenanya pelarangan terhadap seseorang untuk mengambil haknya dalam mempelajari sesuatu dianggapnya “kebalikan dari apa yang dipesankan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: kehidupan bangsa tidak dicerdaskan, melainkan dibodohkan”. Sehingga sikap kita terhadap sesuatu yang dianggap bahaya adalah dengan memitoskan dan mentabukan hal tersebut. Tidak dihadapi dengan pikiran kritis serta argumentatif. Bukankah, seperti yang oleh H.B Jassin bilang bahwa, yang jahat 100% itu hanya setan?.
Dalam buku setebal 284 halaman ini, Romo Magnis (panggilan akrab Franz Magnis Suseno) memaparkan inti-inti Marxisme dan sumbangan pemikiran Marx dalam bidang sosiologi, ekonomi dan filsafat. Mulai dari materialisme historis, basis/data dan bangunan atas, negara kelas, ideologi, keterasingan, kapitalisme, sosialisme utopis, sosialisme ilmiah, filsafat pekerjaan hingga revisionisme menjadi beberapa bahasan yang menarik dalam buku ini. Dengan bahasa yang sederhana serta basic penulis yang memang menekuni bidang filsafat, menjadikan pembahasan dalam buku ini tidak terlalu meembuat pembaca mengernyitkan dahi.
Fokus pembahasan buku ini memang hanya pada tokoh Marx. Tetapi, untuk menjelaskan bagaimana kritik Marx terhadap beberapa tokoh serta munculnya istilah sosialime ilmiah a la Marx, Romo Magnis juga membahas mengenai pemikir-pemikir sosialisme yang muncul sebelum Marx yang pemikirannya kemudian masuk dalam kategori sosialisme utopis. Sehingga tokoh-tokoh seperti Owen, Saint-Simon, dan Louis August-Blanqui juga dibahas.
Hal lain yang menarik adalah, catatan kritis yang ditulis oleh Romo Magnis pada setiap akhir bab dalam menanggapi pemikiran-pemikiran Marx. Dalam pertanyaan-pertanyaan kritis yang disampaikan Romo Magnis, kita dapat melihat perenungan seorang Franz Magnis Suseno yang mendalam terhadap pemikiran Marx. Sehingga, dari catatan kritis ini, Romo Magnis sejatinya hendak menggelitik para pembaca untuk ikut berpikir supaya ajaran Marxisme tidak kita telan semuanya. Melainkan dikelupas: buang kulit, makan isinya. Begitulah seharusnya kita dalam menghadapai Marxisme.
Namun, dalam catatan kritis ini pula bias agama sangat terasa.Berkali-kali kita akan menemukan pertanyaan mendekati pembelaan jika menyangkut ajaran Marx soal agama. Kita tahu sama tahu bahwa Marxisme memiliki gab dengan agama. Sehingga pembaca menangkap kesan akan sikap penulis yang berat sebelah: bahwa dalam ajaran Marx ada beberapa yang harus dipertanyakan. Salah satunya soal agama. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari latar belakang penulis. Franz Magnis Suseno selain dikenal sebagai dosen filsafat dan penulis, dia juga merupakan seorang katolik yang taat. Bahkan dia merupakan seorang romo. Dan tentu hal ini patut dimaklumi.
Secara keseluruhan, buku terbitan Gramedia yang pernah dibakar pada tahun 2001 karena dianggap hendak membangunkan kembali ideologi komunis ini, patut untuk dibaca. Apalagi oleh mereka yang hendak menelaah Marxisme, buku ini tentu akan sangat membantu. Dan tentu kita harus apresiasi. Sebab hadirnya buku“Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme” ini telah menambah literatur kita mengenai ideologi kiri. Selamat membaca!.