Edgar Allan Poe. Salah seorang penulis berasal dari Amerika. Dia dikenal sebagai pengarang yang paling berpengaruh pada abad ke 19 di Amerika. Riwayat hidupnya tragis: orang tuanya meninggal sebelum dia genap berumur dua tahun. Istrinya mati muda. Yaitu pada usia 20 tahun. Dia juga dikeluarkan oleh dua universitas lantaran ketergantungannya pada minuman keras dan obat-obatan.
Kucing Hitam adalah kumpulan cerpen. Ada empat judul cerpen. Judul buku tadi, diangkat dari salah satu judul cerpen di dalamnya. Persis riwayat hidup pengarangnya, antologi cerpen yang memiliki 92 halaman ini, memiliki cerita yang miris. Keempat-empatnya sama saja.
Memang, Poe dikenal sebagai penulis yang karyanya penuh dengan misteri dan horor. Adegan mata dicungkil, leher dicekik, badan ditusuk, kepala manusia terkena kapak, mutilasi, bahkan mayat disemen adalah adegan yang wajar dalam cerpen-cerpen Poe.
Dengan satu dua alasan, mungkin kita akan berpikir bahwa Poe adalah seorang psikopat. Atau setidaknya dia memiliki potensi untuk itu. Jika anda membaca buku ini, anda akan memaklumi pendapat ini.
Namun, terlepas penilain subjektif tadi, karya Poe menyelipkan berjuta makna. Dengan adegan penuh horor dan kemirisan tadi, mungkin saja si pengarang hendak membuat dunia yang penuh kesedihan atau kemurungan. Dunia yang begitu menyeramkan. Agar segala beban hidup yang dialaminya menjadi semakin ringan.
Poe juga menyadarkan para pembacanya bahwa tiap manusia memiliki potensi untuk melakukan suatu kesalahan yang pada tataran penilaian dianggap kejahatan. Bukan sinisme, tetapi untuk menggedor pemikiran yang sering menyalah-nyalahkan, kebiasaan mencibir atau menggunjing. Poe mencoba membuka mata pembacanya dalam melihat sosok manusia: kita harus insaf bahwa manusia memiliki ruang yang sama untuk tergelincir.
Kata Poe, “Bukankah kita pernah ingin melanggar aturan hanya karena itu sebuah aturan?”. (FNI)